Terjadinya
transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi
teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit
dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit
degeneratif yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas.. WHO
memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60%
seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya
adalah negara berkembang termasuk Indonesia.
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan
yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the
silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita
hipertensi. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ,
dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta
kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6
kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali
lebih besar terkena serangan jantung. Menurut WHO dan the International
Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita
hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya.
Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara
adekuat.6,7 Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat.
Apakah Hipertensi ?
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan
sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama
atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).
penyebab
Hipertensi ?
1. 95%
kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut hipertensi primer,
namun umumnya dipicu oleh obesitas, asupan garam yang tinggi, dan kolestrol
yang tinggi
2.
5%
disebabkan oleh Penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, ganguan
anak ginjal, dll atau disebut hipertensi sekunder.
Bagaimana gejalanya ?
1. Umumnya
penyandang tidak merasakan sakit
2. Sakit Kepala
3. Pusing
4. Telinga
berdenging
5. Jantung
berdebar-debar
6. Mimisan, dll
Bagaimana
diagnosisnya ?
Diperlukan beberapa data pendukung mengenai tekanan darah
sebelum penderita didiagnosa hipertensi. Secara umum, seseorang dikatakan
hipertensi apabila tekanan darah > 140/90 mmHg yang diukur lebih dari 2 kali
dalam kurun waktu berbeda serta pengukuran dilakukan dalam posisi duduk.
Perkembangan surveilans epidemiologi dimulai dari
penyakit menular dan meluas ke penyakit tidak menular. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular merupakan
analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan
faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit. Penyakit tidak menular (PTM)
adalah penyakit yang diderita oleh seseorang bukan disebabkan infeksi
mikroorganism tetapi juga bisa terjadi karena proses degenaratif. Sistem
surveilans (penyakit tidak menular/PTM) terdiri dari jaringan kerja sama dengan
lembaga penelitian, lembaga pendidikan, lembaga sosial masyarakat, serta
organisasi profesi yang bergerak di bidang PTM. Tujuan surveilans PTM adalah
memberikan informasi tentang kondisi penyakit tidak menular
kepada para
pengambil keputusan dalam perencanaan dan pertimbangan.
Tujuan Khusus Surveilans PTM
1. Mencari model
menurunkan risiko PTM
2. Menurunkan angka
PTM
3. Mendapatkan data
dasar PTM
4. Mengidentifikasi
faktor risiko PTM
5. Mengevaluasi
system pengendalian PTM
Langkah – Langkah Surveilans Penyakit Tidak Menular
Penerapan surveilans PTM (dilakukan secara berurutan)
1. Identifikasi Penyakit Tidak Menular
Faktor risiko ialah
karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistic berhubungan dengan
peningkatan insidensi suatu penyakit. Jenis-jenis. faktor risiko terdiri dari:
1. Faktor risiko tidak dapat diubah: faktor umur, genetik
2. Faktor risiko dapat diubah: kebiasaan merokok, latihan olahraga
2. Perencanaan
pengumpulan data
a. Menentukan tujuan survailens
b. Tetapkan definisi
c. Tentukan sumber
d. Tentukan instrumen
e. Bagaimana sumber data
f. Bagaimna sistem
g. Tentukan indikator
3. Pengolahan
dan penyajian data
Data
yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel,
grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area).
Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data
diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS, lotus, exceldan lain-lain
4.
Analisis dan interpretasi data
Analisis
merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan
dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan
pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran
epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk
mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit.
Setelah di analisis lalu di intepretasikan (di bandingkan dengan daerah lain)
5.
Diseminasi dan advokasi
Setelah data
diaanalisis dan di interpretasi suatu penyakit tidak menular. Maka data
tersebut disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk membantu dalam
penanggulangan penyakit tidak menular ini. Penyebarluasan informasi ini harus
mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam program pencegahan penyakit. Cara
penyebar luasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang digunakan untuk
rekomendasi kepada pihak yang bertanggung jawab.
6. Evaluasi
Program
surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi manfaatnya .
sistem dapat berguna apabila secara memuaskan memenuhi paling tidak salah satu
dari pernyataan berikut : apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi
kecenderungan yang mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus penyakit.
1. Identifikasi Penyakit Tidak Menular
Faktor risiko ialah
karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistic berhubungan dengan
peningkatan insidensi suatu penyakit. Jenis-jenis. faktor risiko terdiri dari:
1. Faktor risiko tidak dapat diubah: faktor umur, genetik
2. Faktor risiko dapat diubah: kebiasaan merokok, latihan olahraga
2. Perencanaan
pengumpulan data
a. Menentukan tujuan survailens
b. Tetapkan definisi
c. Tentukan sumber
d. Tentukan instrumen
e. Bagaimana sumber data
f. Bagaimna sistem
g. Tentukan indikator
3. Pengolahan
dan penyajian data
Data
yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel,
grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area).
Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data
diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS, lotus, exceldan lain-lain
4.
Analisis dan interpretasi data
Analisis
merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan
dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan
pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran
epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk
mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit.
Setelah di analisis lalu di intepretasikan (di bandingkan dengan daerah lain)
5.
Diseminasi dan advokasi
Setelah data
diaanalisis dan di interpretasi suatu penyakit tidak menular. Maka data
tersebut disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk membantu dalam
penanggulangan penyakit tidak menular ini. Penyebarluasan informasi ini harus
mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam program pencegahan penyakit. Cara
penyebar luasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang digunakan untuk
rekomendasi kepada pihak yang bertanggung jawab.
6. Evaluasi
Program
surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi manfaatnya .
sistem dapat berguna apabila secara memuaskan memenuhi paling tidak salah satu
dari pernyataan berikut : apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi
kecenderungan yang mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus penyakit.
Implementasi
Langkah –langkah surveilans epidemiologi hipertensi
Penerapan surveilans PTM (dilakukan secara
berurutan)
1. Identifikasi
Penyakit Hipertensi
Faktor risiko ialah karakteristik, tanda
maupun gejala yang secara statistic berhubungan dengan peningkatan insidensi
suatu penyakit. Factor risiko
penyakit hipertensi antara
lain :
a.
Faktor risiko tidak dapat diubah: faktor umur,
genetik, gender, dan ras.
b. Faktor risiko dapat diubah: kebiasaan merokok, latihan
olah raga, berat
badan berlebih, pola makan, stress, konsumsi alkohol, dan kondisi penyakit lain.
2. Perencanaan
pengumpulan data
a. Menentukan tujuan survailens
Memberikan informasi
tentang kondisi hipertensi kepada para
pengambil keputusan dalam perencanaan dan pertimbangan
b. Tetapkan definisi
Hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
c. Tentukan sumber data
Sumber data yaitu laporan puskemas dan
laporan RS jumlah penderita hipertensi
d. Tentukan instrumen
Instrumennya yaitu manual dan elektronik
e. Bagaimana sistem
Sistemnya yaitu menunggu laporan rutin
jumlah penderita hipertensi dan diambil rutin ke bawah
f. Tentukan indikator
Indikator faktor
risiko penyakit(RR dan OR), indikator program (input. Proses, output dan
outcome), indikator morbidity, mortality, disability, indikator hasil
pemeriksaan tekanan darah
3. Pengolahan dan penyajian data
Data yang sudah
terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik
(histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan
komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya
dengan menggunakan program (software) seperti epid
info, SPSS, lotus, excel dan lain-lain
4. Analisis dan interpretasi data
Data
jumlah penderita hipertensi yang telah terkumpul di dianalisis dengan melihat
korelasional selanjutnya dibandingkan dengan standar atau indikator yang telah
ditentukan sebelumnya. Setelah di analisis lalu di intepretasikan untuk
mempermudah pembaca mengerti hasil penelitian.
5. Diseminasi dan advokasi
Setelah data
diaanalisis dan di interpretasi, Maka data jumlah penderita hipertensi tersebut
disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk membantu dalam
penanggulangan hipertensi ini. Penyebarluasan informasi ini harus mudah
dimengerti dan dimanfaatkan dalam program pencegahan hipertensi. Cara penyebar
luasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang digunakan untuk rekomendasi
kepada pihak yang bertanggung jawab seperti Bupati, Walikota dan DPRD.
6. Evaluasi
Program
surveilans hipertensi sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi
manfaatnya. Apabila kegiatan surveilans yang dilakukan memberikan dampak yang
positif berarti kegiatan surveilans yang dilakukan berhasil.
KELEBIHAN:
1.
Menyajikan data berupa prevalensi penyakit hipertensi di
setiap provinsi.
2.
Dilakukan analisis multivariat sehingga dapat diketahui
proporsi responden.
3. Menunjukkan Nilai Prediktif Positif misalnya pada tahun
2000 sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa di dunia menderita Hipertensi.
4. Merencanakan program perencanaan dan penanggulangan
penyakit hipertensi dengan baik,
melalui
strategi dan peranan masing-masing unit kerja.
5. Kegiatan epidemiologi dilakukan melalui pendekatan beberapa
faktor yang mempengaruhi hipertensi, misalnya faktor keturunan, stres,
usia, jenis kelamin dan lain-lain.
6.
Melakukan
inovasi program sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat
(local area specific)
KEKURANGAN:
1. Belum adanya pedoman yang berlaku secara nasional bagi
penatalaksanaan Hipertensi, maka
perlu
disusun buku Pedoman Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.
2.
Terlalu banyak faktor resiko yang dapat memicu hipertensi
sehingga membutuhkan waktu
yang
lama dan sumber referensi yang akurat dalam menganalisa hubungan antar faktor
dengan hipertensi.
3.
Berdasarkan pola konsumsi sayur-buah, nampak tidak ada
perbedaan proporsi asupan
sayur-buah
yang berarti antara kelompok hipertensi dan kelompok kontrol, sehingga risiko hipertensi yang
ditemukan tidak bermakna.
4.
Berdasarkan analisis lanjut masih banyak masyarakat
penderita hipertensi yang belum
terjangkau
pelayanan kesehatan sehingga masih sedikit masyarakat yang minum obat hipertensi.
5.
Perlunya program peningkatan deteksi dini di masyarakat
dan peningkatan sarana pengobatan hipertensi di
Puskesmas.
Berdasarkan data Riskesdas tahun
2007, jumlah penderita hipertensi penduduk Indonesia yaitu 224.743 jiwa
(34,9%) dari 643,400 jiwa.
Masalah hipertensi yang ditemukan adalah
besarnya prevalensi di Indonesia dan di setiap provinsi. Pada tabel di atas
dapat dilihat, prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran termasuk kasus yang
sedang minum obat, secara nasional adalah 32,2%. Prevalensi tertinggi ditemukan
di Provinsi Kalimantan Selatan (39,6%) sedangkan terendah di Papua Barat
(20,1%). Prevalensi hipertensi nasional berdasarkan pengukuran saja adalah
28,3%; Provinsi dengan prevalensi tertinggi tetap Kalimantan Selatan (35,0%),
yang terendah juga tetap Papua Barat (17,6%). Berdasarkan diagnosis oleh tenaga
kesehatan dan/atau minum obat, prevalensi secara nasional hanya 7,7%, tertinggi
didapatkan di Sulawesi Utara (11,4%), dan terendah di Papua (4,2%). Cakupan
tenaga kesehatan terhadap hipertensi adalah 24,2%, dan dua provinsi dengan
cakupan tenaga kesehatan yang cukup tinggi adalah Sulawesi Utara (37,4%) dan
Papua Barat (35,3%), sedangkan terendah ditemukan di Sulawesi Barat (13,9%).
Perlu diketahui Provinsi Kalimantan Selatan yang mempunyai prevalensi
hipertensi tertinggi ternyata cakupan tenaga kesehatan hanya 24,0%. Hal ini
berarti bahwa masih ada 76,0% kasus hipertensi di masyarakat belum
terdiagnosis.
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa
proporsi kelompok usia 45-54 tahun dan lebih tua selalu lebih tinggi pada
kelompok hipertensi dibandingkan kontrol. Kelompok usia 25-34 tahun mempunyai
risiko hipertensi 1,56 kali dibandingkan usia 18-24 tahun. Risiko hipertensi
meningkat bermakna sejalan dengan bertambahnya usia dan kelompok usia >75
tahun berisiko 11,53 kali. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi laki-laki pada
kelompok hipertensi lebih tinggi dibanding kontrol dan laki-laki secara
bermakna berisiko hipertensi 1,25 kali daripada perempuan.
Berdasarkan jenjang pendidikan, analisis multivariat mendapatkan responden yang
tidak bersekolah secara bermakna berisiko 1,61 kali terkena hipertensi
dibandingkan yang lulus perguruan tinggi, dan risiko tersebut menurun sesuai
dengan peningkatan tingkat pendidikan. Sementara berdasarkan pekerjaan,
proporsi responden yang tidak bekerja dan Petani/Nelayan/Buruh, ditemukan lebih
tinggi pada kelompok hipertensi dibanding kontrol. Proporsi hipertensi terendah
ditemukan pada responden yang bersekolah dan responden yang tidak bekerja
mempunyai risiko 1,42 kali terkena hipertensi dibandingkan responden yang
bersekolah. Berdasarkan tempat tinggal, proporsi responden yang tinggal di desa
lebih tinggi pada kelompok hipertensi daripada kontrol. Namun hasil analisis
multivariat menunjukkan tidak ada perbedaan risiko hipertensi yang bermakna.
Sementara dilihat dari status ekonomi, tidak ada perbedaan proporsi yang
berarti antara kelompok hipertensi dan kontrol.
Besarnya risiko faktor perilaku
selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas. Berdasarkan perilaku merokok,
proporsi responden yang dulu pernah merokok setiap hari pada kelompok
hipertensi ditemukan lebih tinggi (4,9%) daripada kelompok kontrol (2,6%), dan
risiko perilaku pernah merokok ini secara bermakna ditemukan sebesar 1,11 kali
dibandingkan yang tidak pernah merokok. Berdasarkan perilaku konsumsi alkohol,
proporsi mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir ditemukan lebih tinggi pada
kelompok hipertensi (4,0%) daripada kontrol (1,8%). Risiko hipertensi bagi
mereka yang mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir ditemukan bermakna, yaitu
sebesar 1,12 kali. Berdasarkan pola konsumsi sayur-buah, nampak tidak ada
perbedaan proporsi asupan sayur-buah yang berarti antara kelompok hipertensi
dan kelompok kontrol, dan risiko hipertensi yang ditemukan tidak bermakna
(Tabel 3). Risiko hipertensi juga ditemukan tidak berbeda bermakna menurut
konsumsi makanan manis, makanan asin, maupun makanan yang berlemak. Pola
konsumsi yang ditemukan meningkatkan risiko hipertensi secara bermakna adalah
konsumsi minuman berkafein >1 kali/hari, yaitu 1,1 kali dibanding yang minum
< 3 kali/bulan.
Berdasarkan status gizi, proporsi
responden yang obese dan kegemukan lebih tinggi pada kelompok hipertensi
daripada kontrol. Secara bermakna, besarnya risiko hipertensi pada kelompok
obesitas meningkat 2,79 kali, gemuk 2,15 kali, dan normal 1,44 kali
dibandingkan mereka yang kurus. Obesitas abdominal juga mempunyai risiko
hipertensi secara bermakna (OR 1,40). Kelompok yang mengalami stres mempunyai
proporsi lebih tinggi (11,7%) pada kelompok hipertensi dibandingkan pada
kontrol (10,0%). Demikian halnya proporsi responden yang mempunyai riwayat
penyakit jantung, dan riwayat penyakit diabetes melitus lebih tinggi pada
kelompok hipertensi daripada kontrol, namun tidak ada peningkatan risiko yang
bermakna.
Semakin bertambahnya usia, angka kejadian
hipertensi semakin meningkat. Pada usia 20-34 tahun angka kejadian hipertensi
pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 11,1%, sedangkan wanita
sebesar 6,8%. Pada usia 35-44 tahun angka kejadian hipertensi pada pria lebih
tinggi dibandingkan wanita yaitu 25,1 %, sedangkan wanita sebesar 19,0%. Pada
usia 45-54 tahun angka kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan
wanita yaitu 37,1%, sedangkan wanita sebesar 35,2%. Pada usia 55-64 tahun angka
kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 54,0%,
sedangkan wanita sebesar 53,3%. Pada usia 65-74 tahun angka kejadian hipertensi
pada wanita lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 64,0%, sedangkan pria
sebesar 69,3%. Pada usia di atas 75 tahun angka kejadian hipertensi pada wanita
lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 66,7%, sedangkan pria sebesar 78,5%.
Daftar Pustaka
Darmojo, B. "Mengamati Penelitian Epidemiologi
Hipertensi di Indonesia."Disampaikan pada seminar hypertensi PERKI.
2000.
Hidayati,Titiek. Risks factor, screening and surveillance chronic disease in Public health. online : http://id.scribd.com/doc/141363976/Skrining-FR-Surveilans-Penyakit-PTM diakses tanggal 5 november 2013
Murdyastuti, Saptorini;YunitaWulandari. 2010. PERBANDINGAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA KEJADIAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT PETANI DAN PEGAWAI KANTOR DI DESA TRAYU. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CEoQFjAD&url=http%3A%2F%2Fjurnal.stikeskusumahusada.ac.id%2Findex.php%2FJK%2Farticle%2Fdownload%2F59%2F62&ei=HFR6UoSVJu-SiQfS4YDgBA&usg=AFQjCNHJ450GJtWcyAfj8lLy1UMGsKYHlQ&sig2=_1HMplnjSUStVcWeK2TP0g&bvm=bv.55980276,d.aGc. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31
Nofrianti,Ade Ria,dkk.2012.Tugas Kelompok (Penilaian Surveilans Kesehatan Masyarakat):Universitas Andalas.
Sarwanto, lestari kanti wilujeng, dan rukmini. 2007. Prevalensi penyakit hipertensi penduduk di indonesia dan faktor yang beresiko. http://www.gobookee.org/get_book.php?u=aHR0cDovL2Vqb3VybmFsLmxpdGJhbmcuZGVwa2VzLmdvLmlkL2luZGV4LnBocC9oc3IvYXJ0aWNsZS92aWV3LzE5MjUvMjY4NApQUkVWQUxFTlNJIFBFTllBS0lUIEhJUEVSVEVOU0kgUEVORFVEVUsgRElJTkRPTkVTSUEgREFOIC4uLg==. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31 http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-upiksetyan-6984-2-babi.pdf. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34542/6/Abstract.pdf. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31
Hidayati,Titiek. Risks factor, screening and surveillance chronic disease in Public health. online : http://id.scribd.com/doc/141363976/Skrining-FR-Surveilans-Penyakit-PTM diakses tanggal 5 november 2013
Murdyastuti, Saptorini;YunitaWulandari. 2010. PERBANDINGAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA KEJADIAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT PETANI DAN PEGAWAI KANTOR DI DESA TRAYU. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CEoQFjAD&url=http%3A%2F%2Fjurnal.stikeskusumahusada.ac.id%2Findex.php%2FJK%2Farticle%2Fdownload%2F59%2F62&ei=HFR6UoSVJu-SiQfS4YDgBA&usg=AFQjCNHJ450GJtWcyAfj8lLy1UMGsKYHlQ&sig2=_1HMplnjSUStVcWeK2TP0g&bvm=bv.55980276,d.aGc. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31
Nofrianti,Ade Ria,dkk.2012.Tugas Kelompok (Penilaian Surveilans Kesehatan Masyarakat):Universitas Andalas.
Sarwanto, lestari kanti wilujeng, dan rukmini. 2007. Prevalensi penyakit hipertensi penduduk di indonesia dan faktor yang beresiko. http://www.gobookee.org/get_book.php?u=aHR0cDovL2Vqb3VybmFsLmxpdGJhbmcuZGVwa2VzLmdvLmlkL2luZGV4LnBocC9oc3IvYXJ0aWNsZS92aWV3LzE5MjUvMjY4NApQUkVWQUxFTlNJIFBFTllBS0lUIEhJUEVSVEVOU0kgUEVORFVEVUsgRElJTkRPTkVTSUEgREFOIC4uLg==. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31 http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-upiksetyan-6984-2-babi.pdf. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34542/6/Abstract.pdf. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31
Nama: Desi Ratnasari
BalasHapusNim: 10111001003
izin bertanya, pada evaluasi ada pernyataan "kegiatan surveilans yang dilakukan memberikan dampak yang positif berarti kegiatan surveilans yang dilakukan berhasil" yang saya tanyakan bagaimanakah status surveilans di Indonesia, apakah sudah positif? apakah data hasil surveilans hipertensi ini sudah digunakann secara maksimal di Indonesia? bisakah menurunkan angka kesakitan dan kematian dari PTM ini? thksn :)
Nama : Meura Stifilla Yolanda
BalasHapusNim : 10111001013
Saya ingin mengajukan pertanyaan pada kelompok PTM, seperti yang tertera pada perencanaan pengumpulan data yakni bagian bagaimana sistem, dijelaskan bahwa sistemnya menunggu laporan rutin jumlah penderita hipertensi dan diambil rutin kebawah. yang ingin saya tanyakan disini adalah Apakah untuk mendapatkan data tersebut hanya menunggu laporan rutin? serta siapa yang bertugas untuk mengambil data rutin kebawah dan bagaimana solusi untuk mengatasi jika ada masalah keterlambatan laporan data? Terima kasih :)
NAMA : AYU NOVITRIE
BalasHapusNIM : 10111001054
saya ingin bertanya,mengingat ada banyaknya kasus dan aneka macam jenis penyakit tidak menular di Indonesia serta masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini penyakit tidak menular,bagaimana kah peran pemerintah dan petugas kesehatan untuk mendata dan menurunkan angka kejadian penyakit tidak menular yang belum ter survei dengan baik? serta apakah pertugas surveilans dibagi berdasarkan jenis penyakit tidak menular?
saya Gita Yuni Andrila (10111001038) akan menanggapi pertanyaan dari teman - teman
BalasHapusJawaban dari pertanyaan Desi Ratnasari : menurut saya surveilans di indonesia belum seluruhnya positif atau bisa dikatan berhasil karena mengingat banyak faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan dan keakuratan dari data itu sendiri,dan
apakah hipertensi ini bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian dari PTM,munurut saya jika petugas surveilans sudah melakukan langkah langkah surveilans dengan benar dan hasil surveilans tersebut ditanggapi dengan baik oleh pihak yang berkepentingan untuk membantu penanggulangan hipertensi tentu saja dapat berpengaruh dalam penurunan angka kesakitan dan kematian dari hipertensi itu sendiri
saya Hamida Yanti (10111001061) ingin menanyakan kepada kelompok anda : anda menyebutkan bahwa salah satu kelebihan dari surveilans ini adalah adanya inovasi program yang sesuai dengan kemajuan teknologi dan daerah setempat. tolong anda jelaskan inovasi program seperti apa yang telah diterapkan di indonesia. terimaksih
BalasHapussaya Neni Yunita (10111001030) akan mencoba menjawab pertanyaan hamida tentang program yang sesuai dengan kemajuan teknologi untuk surveilens PTM sendiri seperti penggunaan program SPSS yang mempermudah petugas untuk mengolah data dengan cepat namun untuk saat ini program khusus seperti yang terdapat pada penyakit menular belum ada tetapi seperti yang dikatakan oleh Staff dinkes OI bahwa Insya'
BalasHapusAllah tahun 2014 surveilans PTM ini akan menjadi perhatian khusus dan akan terus dikembangkan karena meningkatnya kasus PTM setiap tahunnya,,,
Saya Neni Yunita (10111001030) menanggapi pertanyaan dari saudara ayu novitrie, untuk saat ini petugas kesehatan mendata kejadian penyakit PTM ini didapat dari pusat-pusat pelayanan kesehatan, dan untuk melakukan pencegahan pada PTM ini bsa dengan dilakukannya penyuluhan ataupun pengetahuan tentang bahaya PTM dan cara pencegahaanya. seperti halnya penyakit menular PTM pun juga memiliki petugas untuk masing2 penyakit.
BalasHapus