[THIS IS TEMPORAL POST]
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI MALARIA
I. Konsep dan Implementasi Suveilans
Epidemiologi Malaria
1.1 Pengertian Surveilans Malaria
Surveilans malaria
dapat diartikan sebagai kegiatan yang terus menerus, teratur dan sistematis dalam
pengumpulan, pengolahan, analisis dan interprestasi data malaria untuk menghasilkan
informasi yang akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan sebagai dasar untuk
melaksanakan tindakan penanggulangan yang cepat dan tepat disesuaikan dengan kondisi
setempat (Menkes, 2007).
Surveilans dalam
program pemberantasan malaria bertujuan :
- Melakukan pengamatan dini (SKD) malaria di Puskesmas dan unit Pelayanan Kesehatan lainnya dalam rangka mencegah KLB malaria.
- Menghasilkan informasi yang cepat dan akurat.
- Penanggulangan KLB malaria secara dini.
- Mendapatkan trend penyakit malaria dari waktu ke waktu.
- Mendapatkan gambaran distribusi penyakit malaria menurut orang, tempat dan waktu (Menkes, 2007).
1.2 Manfaat Surveilans
Epidemiologi Penyakit Malaria
- Melakukan pengamatan dini yaitu Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) malaria di Puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria.
- Dapat menjelaskan pola penyakit malaria yang sedang berlangsung yang dapat dikaitkan dengan tindakan – tindakan/intervensi kesehatan masyarakat.
- Dapat mempelajari riwayat alamiah dan epidemiologi penyakit malaria, khususnya untuk mendeteksi adanya KLB/wabah.
- Memberikan informasi dan data dasar untuk memproyeksikan kebutuhan pelayanan kesehatan dimasa mendatang.
- Dapat membantu pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan membandingkan besarnya masalah kejadian penyakit malaria sebelum dan sesudah pelaksanaan program.
- Mengidentifikasi kelompok risiko tinggi menurut umur, pekerjaan, tempat tinggal dimana penyakit malaria sering terjadi dan variasi terjadinya dari waktu ke waktu (musiman, dari tahun ke tahun), dan cara serta dinamika penularan penyakit menular.
- Menghasilkan informasi yang cepat dan akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan sebagai dasar penanggulangan malaria yang cepat dan tepat, yaitu melakukan perencanaan yang sesuai dengan permasalahannya.
1.3
Epidemiologi Malaria
Pada negara yang
beriklim dingin sudah tidak ditemukan lagi daerah endemik malaria. Namun
demikian, malaria masih merupakan persoalan kesehatan yang besar di daerah
iklim tropis dan subtropis seperti di Brasil, Asia Tenggara, dan seluruh Sub-Sahara
Afrika.
Di Indonesia,
malaria ditemukan hampir
di semua wilayah. Pada tahun 1996 ditemukan kasus malaria di Jawa-Bali dengan
jumlah penderita sebanyak 2.341.401 orang, slide
positive rate (SPR): 9215, annual
paracitic index (API): 0.080/00. CFR dirumah sakit
sebesar 10-50 %. Menurut laporan, di provinsi Jawa Tengah
tahun 1999; API sebanyak 0.35 0/00,
sebagian besar disebabkan oleh Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax.
Angka prevalensi malaria di Jawa Tengah terus menurun dari tahun ke tahun,
mulai dari 0.51 pada tahun 2003, menurun menjadi 0.15 dan berkurang lagi
menjadi 0.07 pada tahun 2005. Plasmodium
malariae banyak ditemukan di Indonesia Timur, sedangkan Plasmodium ovale di NTT dan Papua.
Permasalahan
resistensi terhadap obat malaria semakin lama semakin bertambah. Plasmodium
falciparum dilaporkan resistensi terhadap klorokuin dan
sulfadoksin-pirimetamin di wilayah Amazon dan Asia Tenggara. P.
vivax yang resistensi klorokuin ditemukan di Papua Nugini,
provinsi Papua, Papua Barat dan Sumatera.
Resistensi obat
menyebabkan semakin kompleksnya pengobatan dan penanggulangan malaria. Professional kesehatan harus mengetahui
darimana seorang penderita berasal. WHO
menerbitkan publikasi tahunan daftar negara
endemik
malaria yang dapat dilihat melalui situs internet (www.who.int/ith). Akibat lebarnya variasi antar daerah
untuk daerah yang mempunyai daerah luas seperti Indonesia, Departemen Kesehatan
RI seharusnya membuat daftar sama untuk antar provinsi.
A. Faktor
Host (Manusia dan Nyamuk)
Host
pada penyakit malaria terbagi atas dua yaitu Host Intermediate (manusia) dan
Host Definitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai Host Intermediate (penjamu
sementara) karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual parasit malaria. Sedangkan nyamuk Anopheles spp disebut
sebagai Host Definitif (penjamu tetap) karena di dalam tubuh nyamuk terjadi
siklus seksual parasit malaria (Depkes:1999, dalam Jamaludin).
1. Host
intermediate
Pada dasarnya setiap
orang dapat terinfeksi oleh agent biologis (Plasmodium), tetapi ada beberapa
faktor intrinsik yang dapat memengaruhi kerentanan host terhadap agent yaitu
usia, jenis kelamin, ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya hidup, sosial
ekonomi, status gizi dan tingkat immunisasi.
2. Host
definitif
Host definitif
yang paling berperan dalam penularan penyakit malaria dari yang sakit malaria kepada orang yang sehat
adalah nyamuk Anopheles spp betina. Hanya nyamuk Anopheles spp
betina yang menghisap darah untuk pertumbuhan telurnya. Host definitif ini sangat dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu perilaku
nyamuk itu sendiri dan faktor-faktor lain yang mendukung.
B. Faktor
Agent (Plasmodium)
Parasit
malaria yang terdapat pada manusia ada empat spesies yaitu:
1. Plasmodium
falciparum, penyebab
malaria tropika yang menyebabkan malaria berat.
2. Plasmodium
vivax,
penyebab malaria tertiana.
3. Plasmodium
malariae,
penyebab malaria quartana.
4.
Plasmodium ovale, spesies ini banyak dijumpai di Afrika
dan Fasifik Barat.
C. Faktor
Environment (Lingkungan)
Faktor
lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada
yang memungkinkan terjadinya penularan malaria setempat (indigenous),
lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan
biologik dan lingkungan sosial budaya.
- Lingkungan fisik : meliputi suhu, kelembaban, hujan, ketinggian, angin, sinar matahari dan arus air.
- Lingkungan kimia : meliputi kadar garam yang cocok untuk berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sundaicus.
- Lingkungan biologik : adanya tumbuhan, lumut, ganggang, ikan kepala timah, gambusia, nila sebagai predator jentik Anopheles spp, serta adanya ternak sapi, kerbau dan babi akan mengurangi frekuensi gigitan nyamuk pada manusia.
- Lingkungan sosial budaya : meliputi kebiasaan masyarakat berada di luar rumah, tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit malaria dan pembukaan lahan dengan peruntukannya yang memengaruhi derajat kesehatan masyarakat dengan banyak menimbulkan breading places potensial untuk berkembangbiaknya nyamuk Anopheles spp (Depkes, 2003b).
Epidemiologi Penyakit
Malaria
·
Distribusi dan Frekuensi Penyakit Malaria
1.
Orang
Diperkirakan
prevalensi malaria diseluruh dunia berkisar antara 300-500juta kasus dengan
kematian antara1-2 juta setiap tahun dimana lebih dari 80 % adalah anak-anak
yang berusia kurang dari 5 tahun. Berdasarkan SKRT tahun 2001, CSDR akibat
malaria pada laki-laki 11 per 100.000 penduduk dan wanita 8 per 100.000 penduduk.
2.
Tempat
Malaria
ditemukan di daerah mulai 64 derajat lintang utara (Rusia) sampai 32 derajat
lintang selatan (Argentina), dari daerah dengan ketinggian 2.666 meter
(Bollivia) sampai dengan yang letaknya 433 meter di bawah permukaan laut (laut
mati). Kini malaria banyak di jumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika
Tengah dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Asia
Tenggara, Indo Cina, dan pulau-pulai di Pasifik Selatan. Plasmodium vivax
memiliki distribusi geografi yang paling luas mulai dari daerah yang beriklim
dingin, subtropis sampai ke daerah tropis, kadang-kadang di jumpai di Pasifik
Barat. Di Indonesia, spesies ini dijumpai di seluruh kepulauan. Plasmodium
palcifarum terutama menyebabkan malaria di Afrika, Asia, dan daerah tropis
lainnya. Di Indonesia, parasit ini tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium
malariae meluas meliputi daerah tropis maupun daerah subtropis. Di
Indonesia, spesies ini di jumpai di Indonesia Bagian Timur. Plasmodium ovale
terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik
barat, dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia, parasit ini terdapat
di pulai Owi sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur.
3.
Waktu
Berdasarkan
SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1 % (30.000 kematian dari 30 juta kasus). Tahun
2005, CFR malaria 0,2 % (32.000 kematian dari 1,6 juta kasus). Pada tahun yang
sama CFR malaria palcifarum 1,12 % (44 kematian dari 3.924 kasus).
1.4 Kegiatan
Surveilans Malaria
Kegiatan surveilans malaria terbagi menjadi 3 periode,
yaitu:
- Surveilans periode kewaspadaan sebelum Kejadian Luar Biasa (KLB) atau surveilans Periode Peringatan Dini (PPD): Suatu kegiatan untuk memantau secara terartur perkembangan penyakit malaria di suatu wilayah dan mengambil tindakan pendahuluan untuk mencegah timbulnya KLB.
- Surveilans Periode KLB: Kegiatan yang dilakukan dalam periode dimana kasus malaria menunjukan proporsi kenaikan dua kali atau lebih dari biasanya/sebelumnya dan terjadi peningkatan yang bermakna baik penderita malaria klinis maupun penderita malaria positif atau dijumpai keadaan penderita plasmodium falciparum dominan atau ada kasus bayi positif baik disertai ada kematian karena atau diduga malaria dan adanya keresahan masyarakat karena malaria.
- Surveilans Paska KLB: Kegiatannya sama seperti pada periode peringatan dini. Monitoring dilakukan dengan cara pengamatan rutin atau melakukan survei secara periodik pada lokasi KLB (MFSatau MS) juga melakukan survei vektor dan lingkungan.
Kegiatan Surveilans PPD adalah sebagai berikut:Pengumpulan
Data
Jenis data
kasus malaria yang dikumpulkan di setiap jenjang baik di tingkat Puskesmas,
Kabupaten, Propinsi dan Pusat merupakan data situasi malaria yang secara
umum dapat di bagi menjadi beberapa periode, yaitu: periode peringatan dini dan
penanggulangan KLB. Data yang dikumpulkan adalah:
A. Data Kasus
a)
Data kematian per desa/dusun per minggu
b)
Pengamatan kasus malaria klinis per desa per minggu
c)
Pengamatan kasus malaria positif dan spesiesnya per
desa per minggu
d)
Kelompok umur penderita (bayi, balita, anak sekolah
dan dewasa) per desa per minggu.
e)
Penyelidikan epidemiologi pada semua penderita malaria
positif
f)
Penderita malaria diobati klinis dan radikal
g)
Penderita yang masih positif setelah diberi pengobatan
B. Data Upaya
Pemberantasan Vektor
a)
Penyemprotan rumah
b)
Larvaciding, dengan sasaran luas tempat perindukan
yang akan diaplikasi
c)
Biological Control, atau penebaran ikan pemakan jentik
d)
Pemolesan Kelambu
e)
Survei Pendahuluan Source Reduction
C. Data Vektor
a)
Pengamatan jentik per bulan
b)
Kepadatan nyamuk dewasa
D. Data
Logistik
a)
Stok obat malaria
c)
Peralatan
E.
Data Demografi
a)
Jumlah penduduk per desa/dusun
b)
Jumlah penduduk menurut golongan umur, pekerjaan dan
lain-lain
F.
Data Lingkungan
a)
Data stratifikasi daerah, seperti: daerah persawahan,
hutan, pantai dan lain- lain
b)
Data curah hujan.
Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan cara
memindahkan data dari formulir yang satu ke formulir yang lain. Pengolah data
tersebut dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan, mengurangi, mengalikan dan
membagi sesuai dengan kebutuhan “Pedoman Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian
Data” yang telah ditetapkan dan berlaku bagi setiap tingkat/jenjang unit
organisasi. Pengolahan data dalam rangka pemberantasan malaria mencakup
beberapa hal, antara lain:
1)
Kasus Malaria Positif atau Malaria Klinis
Laporan kasus malaria positif dan
klinis dapat diolah dengan menggunakan
Rumus :
Rata-rata per bulan = Jumlah satu tahun selama kasus
2)
Data Daerah Malaria
a.
Puskesmas dengan Pemeriksaan Klinis diperiksa
Laboratorium
Data malaria
positif diolah untuk mendapatkan Annual Parasite Insidence (API) masing-masing
desa didapat dari Active Case Detection(ACD), Passive Case Detection (PCD) dan dari kegiatan
lainnya, dicari dengan rumus sebagai berikut:
API = Jumlah
kasus selama satu tahun x 1000‰
Jumlah Penduduk satu tahun
b.
Puskesmas dengan Pemeriksaan Laboratorium
Data malaria
klinis diolah untuk menetapkan Annual Malaria Incidence (AMI) per desa
berdasarkan catatan laporan selama setahun dari puskesmas. AMI didapatkan
dengan cara rumus sebagai berikut:
AMI = Jumlah kasus selama satu
tahun x 1000‰
Jumlah Penduduk
Setelah
diketahui angka AMI dari setiap desa/puskesmas, kemudian tentukan desa-desa
dengan API>50‰, dan selanjutnya dibuat juga table desa yang melakukan
pemberantasan vektor yang mencakup: jumlah jiwa, jenis pemberantasan vektor,
demikian juga dengan Parasite Rate (PR) dari hasil malariometrik survei
evaluasi.
3)
Pemetaan
Hasil
pengolahan data yang ada selanjutnya dibuat data stratifikasi wilayah puskesmas
dengan batas desa, kemudian daerah itu dibagi berdasarkan reseptivitas,
infrastrukur, data entomologi, pemberantasan vektor dan API per desa. API dikelompokkan sebagai
berikut:
a.
HCI (High Case Incidence) , API> 5‰ penduduk
b.
MCI (Moderate Case Incidence) , API< 5‰ penduduk
c.
LCI(Low Case Incidence) , API< 1‰ penduduk
4)
Pola Musim Penularan
a.
Menentukan pola musim penularan, pola penularan
penyakit yang bersifat musiman dapat dihitung dengan menghimpun data dengan
unit waktu bulanan selama minimal lima tahun.
b.
Langkah-langkah menentukan pola musim penularan perlu
dilakukan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data secara tertib, teratur dan
terus menerus selama lima tahun terakhir.
5)
Indeks Curah Hujan
Data yang
dibutuhkan adalah jumlah curah hujan dari hari hujan setiap bulan. Data diambil
dari beberapatahun terakhir, minimal 3 tahun.
6)
Catatan Serial Penyemprotan
Hasil
penyemprotan rumah diolah dengan cara menata data sebagai berikut: nama desa
yang disemprot, tahun mulai disemprot, nama racun serangga yang digunakan,
jumlah rumah yang disemprot dan yang tidak disemprot, jumlah jiwa yang
dilindungi. Hasil evaluasi malariometrik survei, penderita positif, PRnya
dihitung masing-masing desa yang disemprot, waktu survei dilakukan.
- Pelaporan Data
Pelaporan data surveilans malaria dilakukan dengan
alur sebagai berikut:
a. Data awal
diperoleh dari Puskesmas Pembantu, bidan dan kader
b. Data dari
ketiga elemen tersebut diperoleh oleh Puskesmas
c. Kemudian
data dari Puskesmas dan rumah sakit dilaporkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten.
d. Dari Dinas
Kesehatan Kabupaten dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi bersama data dari
rumah sakit di wilayah kerja Dinas Kesehatan Provinsi dan Balai Labkesda
Provinsi.
e. Dari Dinas
Kesehatan Propinsi kemudian dilaporkan ke Ditjen PPM&PLP Subdit Malaria.
- Tindak Lanjut
Bila terjadi
kecenderungan peningkatan penderita malaria, dilakukan upaya penanggulangan
sebagai berikut:
1)
Mass Fever Survey (MFS)
a)
Pemeriksaan spesimen darah tersangka malaria pada
semua penderita demam dan dilakukan pengobatan klinis atau pengobatan radikal
terhadap semua penderita malaria positif.
b) Penyelidikan
Epidemiologi (PE) dilakukan untuk mengetahui apakah kasus yang terjadi indigenous
atau import serta untuk mengetahui sampai sejauh mana penyebaran kasus. PE
dilakukan pada semua kasus malaria positif.
2)
Pengamatan Vektor
Dilakukan
pengamatan vektor untuk mengetahui jenis vektor yang sudah dikonfirmasi maupun
suspek vektor, dan perilaku vektor.
3)
Pemberantasan Vektor
Untuk
menekan penularan malaria, dilakukan upaya pemberantasan vektor dengan berbagai
metode yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
- Jejaring
1.
Tingkat Kabupaten: Puskesmas, Rumah Sakit,
Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO),
Bappeda, DPRD, SLPV dan DEST.
2.
Tingkat Propinsi: Rumah Sakit, Labkesda, Kesehatan
Lingkungan, Dinas Kabupaten/Kota, DPRD, Bappeda,Universitas, SLPV, DEST,
Surveilans/pengamatan.
3.
Tingkat Pusat, Subdit Malaria, Kesehatan Lingkunga,
Subdit Pengamatan Epidemiologi Penyakit, Pusdakes, BPP, Subdit Pengendalian
vektor, Ditlabkes, Dit Promosi Kesehatan, NEST
1.5 Indikator Surveilans
Epidemiologi Malaria
1.5.1 Indikator Input
a.
Proporsi Puskesmas yang mempunyai peta stratifikasi
b.
Proporsi Puskesmas endemis malaria
c.
Proporsi desa endemis malaria
d.
Proporsi tenaga pengelola malana yang sudah dilatih
e.
Proporsi tenaga mikroskopis yang sudah dilatih
f.
Proporsi tenaga Co. Ass. Entomologi yang sudah
dilatih
g.
Proporsi Puskesmas yang mempunyai mikroskop yang
berfungsi
h.
Proporsi Puskesmas dengan reagen yang cukup
i.
Proporsi Puskesmas yang mempunyai peralatan pemberantasan vektor yang
cukup
j.
Proporsi Puskesmas yang mempunyai peralatan pengamatan vektor yang cukup
k.
Proporsi Puskesmas yang sudah memperoleh Pedoman (Juknis dan Juklak)
l.
Proporsi
Puskesmas/Pustu yang mempunyai kebutuhan obat anti malana yang cukup
m. Proporsi Puskesmas dengan kebutuhan biaya
operasional yang cukup
1.5.2 Indikator Proses
a.
Proporsi cakupan penemuan penderita
b.
Proporsi Puskesmas yang melakukan diagnosa malaria dengan laboratorium
c.
Proporsi pendenta malaria klinis yang diperiksa
secara laboratorium
d.
Proporsi pendenta yang memperoleh pengobatan klinis
e.
Proporsi penderita malana positif yang memperoleh pengobatan radikal
f.
Proporsi pendenta yang dilakukan penyelidikan
epidemiologi
g.
Proporsi penderita malaria yang dilakukan follow up
h.
Proporsi lokasi yang dilakukan pemberantasan vektor yang didukung data
epidemiologi dan entomologi (evidence base)
i.
Proporsi lokasi yang dilakukan pengamatan vektor
j.
Proporsi tenaga
mikroskopis yang melakukan kesalahan pemeriksaan
laboratorium > 5%
1.5.3 Indikator Out Put
a.
Parasit
Rate (PR)
b.
SPR
(mengukur ketepatan diagnosa)
c.
Parasit
formula (% P.f, Pv)
d.
Proporsi
gaga' obat
e.
Kepadatan
vektor (MBR)
f. Parity rate
g Proporsi desa HCl/HPI, MCl/MPI, LCl/LPI
1.5.4 Indikator Out Come
a.
Case
Fatality Rate (CFR)
b.
Annual
Parasite Incidence (API)
c. Annual Malaria Incidence (AMI)
II. Kekurangan dan Kelebihan dalam
Kegiatan Surveilans Epidemiologi Malaria
2.1 Kekurangan dalam Kegiatan
Surveilans Epidemiologi Malaria
1.
Lemahnya
sistem pencatatan dan pelaporan malaria rutin dan non rutin di fasilitas kesehatan
dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dari evaluasi yang dilakukan
pada surveilans epidemiologi malaria masih ada desa/dusun/kota yang tinggi
kasus malaria tetapi tidak mengirimkan laporan secara rutin ke puskesmas atau
rumah sakit.
2.
Data
laporan rutin dan data survei yang tidak dipisahkan sehingga tidak dapat
melihat situasi malaria yang sebenarnya.
3.
Kesalahan
pada Sumber Daya Manusia yang ada seperti kader/petugas surveilans belum
memasukkan data tepat waktu, sudah diolah tapi tidak dianalisis, petugas
Puskesmas mengalami hambatan menyebarkan informasi dalam pencegahan dan
pemberantasan malaria.
4.
Informasi
yang dihasilkan belum dilaksanakan secara optimal untuk pengambilan keputusan.
5.
Kesulitan
mengakses data dan informasi dan banyaknya data yang hilang
6.
Kurangnya
dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat di daerah risiko tinggi malaria
agar pengobatan efektif malaria, berupa obat ACT yang diperoleh penderita
maksimum 24 jam setelah sakit dan dosis obat diperoleh untuk 3 hari serta diminum
seluruhnya, dapat dilaksanakan sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat malaria dan mencegah resistensi.
7.
Kurangnya
tenaga profesional, dana, serta sarana dan prasarana untuk pelaksanaan kegiatan
surveilans epidemiologi malaria.
2.2
Kelebihan dalam Kegiatan Surveilans Epidemiologi Malaria
Menurut Kemenkes (2003) kelebihan sistem
survailens penyakit malaria di Indonesia meliputi :
1.
Sistem survailens malaria yang ada saat
ini merupakan bagian dari SIKNAS yang mendukung program Indonesia sehat 2010.
2.
Sistem sirvailens saat ini tidak hanya
berfokus pada penyekit yang dapat menyebabkan KLB saja melainkan dapat sudah
sampai pada tahap desiminasi informasi dan penyebaran informasi.
3.
Alur sistem survailens di Indonesia
sudah memiliki jenjang pengumpulan informasi yang jelas mulai dari tingkat
pelayanan kesehatan dasar hingga pada tingkat pengelolahan dan penyebaran data.
4.
Sudah ditetapkan jumlah tenga kesehatan
yang akan melakukan kegiatan survailens tersebut.
Menurut kemenkes (2007), bahwa sistem
survailens penyakit malaria di indonesia sudah memiliki:
1.
Aturan mengenai sumber data yang harus jelas.
2.
Jenis data yang akan dikumpulkan sudah
berjenjang dan sudah dibagi kedalam berbagai situasi meliputi:periode
peringatan dini dan penanggulangan KLB.
3.
Data survailens malaria sudah
divisualisasikan kedalam bentuk tabel, grafik, dan peta.
4.
Jenis data yang akan dikumpulkan pada
sistem survailens sudah ditetapakn meliputu data
demografi,epidemiologi,entomologi,hasil kegiatan.
5.
Standarisasi waktu pengumpulan data
sudah ditetapkan tergantung dari kebutuhan.
6.
Format pengisian laporan sudah diatur
dan dilatihkan kepada para petugas survailens penyakit malaria.
7.
Indikator yang digunakan dalan kegiatan
survailens sudah ditetapkan.
III. Contoh
Sajian Data Sistem Surveilans Epidemiologi Malaria
3.1 Situasi Malaria Di Indonesia
3.1.1 GambaranBerdasarLaporanRutin
Program
a. Stratifikasi
Malaria
Upaya penanggulangan penyakit
malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator
Annual Parasite Incidence (API). Indikator tersebut mensyaratkan bahwa setiap
kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan sediaan darah dan semua
kasus positif harus diobati dengan pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau
ACT (Artemisinin-based Combination Therapies). Berdasarkan API,
dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi
malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi
dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih
terdapat desa/fokus malaria tinggi.
Sumber :Ditjen
PP & PL Depkes RI, 2009
Sumber :Ditjen
PP & PL Depkes RI, 2009
API dari tahun 2008 – 2009 menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk.
Bila dilihat per
provinsi dari tahun 2008 – 2009 provinsi dengan API yang tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua
terdapat 12 provinsi yang diatas angka
API nasional.
Sumber
:Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 pengendalian
malaria merupakan salah satu penyakit yang ditargetkan untuk menurunkan angka kesakitannya dari 2 menjadi 1 per 1.000
penduduk. Dari gambar diatas angka kesakitan malaria (API) tahun
2009 adalah 1,85 per 1000 penduduk, sehingga masih harus dilakukan upaya efektif untuk menurunkan angka kesakitan 0,85 per 1000 penduduk dalam waktu 4 tahun, agar target
Rencana Strategis Kesehatan Tahun 2014 tercapai.
·
SebaranKejadianLuarBiasa
(KLB) Tahun 2006 - 2009
Sumber :Ditjen
PP & PL Depkes RI, 2009
Dari
tahun 2006 – 2009 Kejadian Luar Biasa (KLB) selalu terjadi di pulau Kalimantan
walaupun kabupaten/kota yang terjangkit berbeda-beda tiap tahun. Pada tahun
2009, KLB dilaporkan terjadi di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten),
Kalimantan (Kalimantan Selatan), Sulawesi (Sulawesi Barat), NAD dan Sumatera
(Sumatera Barat, Lampung) dengan total jumlah penderita adalah 1.869 orang dan meninggal
sebanyak 11 orang. KLB terbanyak di pulau Jawa yaitu sebanyak 6 kabupaten/kota.
Situasi
Malaria Berdasarkan Survei dan Penelitian
a.
Prevalensi malaria berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010
Prevalensi malaria berdasarkan Riskesdas 2010 diperoleh dalam bentuk point prevalence.Point prevalence menunjukan proporsi orang di populasi yang
terkena penyakit pada waktu tertentu. Data malaria
dikumpulkan dengan dua cara yaitu wawancar aterstruktur menggunakan kuesioner dan pemeriksaan darah menggunakan dipstick (Rapid Diagnostic Test/RDT).
Besarnya sampel untuk pemeriksaan RDT yang merupakan subsample dari sampel Kesehatan masyarakat adalah sejumlah 75.192 dan yang dapat dianalisis adalah 72.105 (95,9%).
Dari
hasil Riskesdas diperoleh Point prevalence malaria adalah 0,6%, namun hal
ini tidak menggambarkan kondisi malaria secara keseluruhan dalam satu tahun karena
setiap wilayah dapat mempunyai masa-masa puncak (pola epidemiologi) kasus yang
berbeda-beda.
Sumber :Riskesdas 2010
·
Data
Ibu hamil yang
positif terinfeksi
malaria
Infeksi
malaria pada kehamilan sangat merugikan bagi ibu dan janin
yang dikandungnya, karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin. Pada ibu, malaria dapat menyebabkan anemia, malaria serebral, edema
paru, gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian. Pada janin, dapat menyebabkan
abortus, persalinan prematur, berat badan lahir rendah, dan kematian janin.
Menurut Mass Blood Survei (MBS) pada
tahun 2008 kasus infeksi pada ibu hamil yang terbanyak adalah Nusa Tenggara
Timur (624 orang), kemudian Maluku (455 orang). Secara absolut provinsi yang
mempunyai kasus bumil malaria tertinggi adalah NTT, namun provinsi yang
mempunyai persentase kasus bumil malaria tertinggi adalah Sumatera Barat
(6,36%) dan Riau (2,24%).
DAFTAR PUSTAKA
Menkes. 2007. Pedoman Surveilans
Malaria Menteri Kesehatan Republik Indonesia. http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20275%20ttg%20Pedoman%20Surveilans%20Malaria.pdf.
Diakses tanggal 5 November 2013
Dachi.
2011. Kompetensi dan Sistem Imbalan
terhadap Kinerja Petugas P2PM Puskesmas dalam Penaggulangan Malaria Melalui
Kegiatan Surveilans di Kabupaten Nias. Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id. Diakses 06 November 2013.
Amiruddin,
Ridwan. 2013. Mengembangkan Evidence
Based Public Health (Ebph) Hiv Dan Aids Berbasis Surveilans. Jurnal
AKK. Vol 2 No 2. hal 48-55. Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas: Makassar. www.blog.unhas.ac.id. Diakses 06 November 2013.
Katzung, B.G., 2004. Farmakologi dasar dan Klinis. Edisi 8,
Jilid III, Salemba Medik, Jakarta.
Jamaludin, A. 2010. Pengaruh Jenis
Insektisida Terhadap Kerentanan Vektor Nyamuk Anopheles spp di Kota Batam Tahun
2010. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Sumatera Utara.
Saxena S, Pant N, Jain DC, Bhakuni RS.
2003. Antimalarial Agent From Plant Source. Curr Sci 84 (9) : 1314-1329.
Burke E, Deasy J, Hasson R, McCormack R,
Randhawa V, Walsh P. 2003. Antimalarial Drug From Nature, J Trinity Student
Med.
Widyawaruyanti, Aty, dkk. 2011. Mekanisme dan Aktivitas Antimalaria dari
Senyawa Flavonoid yang Diisolasi dari Cempedak. Fakultas Farmasi :
Universitas Airlangga.
Silalahi, V. 2011. Distribusi Penyakit Malaria. Fakultas Kedokteran: Universitas
Sumatera Utara.
Dachi, S.
2010. Pengaruh Kompetensi dan Sistem
Imbalan terhadap Kinerja Petugas P2PM Puskesmas dalam Penanggulangan Malaria
Melalui Kegiatan Surveilans di Kabupaten Nias Selatan. Tesis. Medan: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara dalam http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/28935, diakses pada tanggal 06-11-2013 pukul 19:00 WIB
Kementerian Kesehatan RI Buletin
jendela data dan informasi kesehatan : Epidemiologi Malaria di Indonesia. Available
in http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20MALARIA.pdf (Diakses tanggal 6 November 2013)
FETP UGM Evaluasi Sistem Surveilans Penyakit Malaria di Daerah High
Case Incident (HCI) dan Non HCI di Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Available in http://fetpugm.com/index.php?option=com_content&view=article&id=142:evaluasi-sistem-surveilans-penyakit-malaria-di-daerah-high-case-incidence-hci-dan-non-hci-di-kabupaten-kulon-progo-provinsi-daerah-istimewa-yogyakarta&catid=48:penelitian&Itemid=92
(Diakses tanggal 6 November 2013)
Kemenkes.2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1116/MENKES/SK/VIII/2003
Tentang Pedoman Penyelengaraan Sistem
Survailens Epidemiologi
Kesehatan. Kemenkes RI available in http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%201116%20ttg%20Pedoman%20Penyelenggaraan%20Sistem%20Surveilans%20Epidemiologi%20Kesehatan.pdf.
Kemenkes.2007. keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 275/MENKES/SK/III/2007 Tentang Pedoman Survailens Malaria. Kemenkes RI available in www.hukor.depkes.go.id/.../KMK%20No.%20275%20ttg%20Pedoman
Nama : Titin Elia Ningsi Harahap
BalasHapusNim : 10111001023
pertanyaan :
salah satu kekurangan dari surveilans Malaria ini kan : Lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan malaria rutin dan non rutin di fasilitas kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dari evaluasi yang dilakukan pada surveilans epidemiologi malaria masih ada desa/dusun/kota yang tinggi kasus malaria tetapi tidak mengirimkan laporan secara rutin ke puskesmas atau rumah sakit.
yang ingin saya tanyakan apa kendala dari masalah pelaporan tersebut, dan menurut kalian bagaimana caranya agar pencatatan dan pelaporan itu bisa dilaksanakan secara rutin.
Terimakasih.
Ada beberapa solusi alami yang dapat digunakan dalam pencegahan dan menghilangkan diabetes secara total. Namun, satu-satunya aspek paling penting dari rencana pengendalian diabetes adalah mengadopsi gaya hidup sehat Kedamaian Batin, Nutrisi dan Diet Sehat, dan Latihan Fisik Reguler. Keadaan kedamaian batin dan kepuasan diri sangat penting untuk menikmati kesehatan fisik yang baik dan atas semua kesejahteraan. Kedamaian batin dan kepuasan diri adalah kondisi pikiran yang adil. Orang dengan penyakit diabetes sering menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif. Saya didiagnosis menderita diabetes pada tahun 2000. Sedang bekerja merasa sangat lelah dan mengantuk. Saya meminjam glukometer dari rekan kerja dan diuji pada 760. Segera pergi ke dokter saya dan dia memberi saya resep seperti: Insulin, Sulfonamides, tetapi saya tidak bisa mendapatkan penyembuhan daripada mengurangi rasa sakit dan menghilangkan rasa sakit lagi. Saya menemukan nama kesaksian wanita Comfort online bagaimana Dr Akhigbe menyembuhkan HIV-nya dan saya juga menghubungi dokter dan setelah saya minum obatnya seperti yang diperintahkan, saya sekarang benar-benar bebas dari diabetes oleh dokter jamu Akhigbe. Jadi pasien diabetes yang membaca kesaksian ini untuk menghubungi emailnya drrealakhigbe@gmail.com atau Nomornya +2348142454860 Ia juga menggunakan ramuan herbalnya untuk penyakit seperti: Gigitan SPIDER, SCHIZOPHRENIA, LUPUS, DEMAM BERDARAH, MALARIA, INFEKSI EKSTERNAL, UMUM DINGIN, DASAR GABUNGAN, DASAR BAYAM, GERAKAN, STROKE, STROKE TUBERKULOSIS, PENYAKIT PERUT. ECZEMA, PROGERIA, MAKAN GANGGUAN, INFEKSI RESPIRATORI RENDAH, DIABETIKA, HERPES, HIV / AIDS,; ALS, DIARRHEA KABEL, KABEL, KANKER, MENINGITIS, HEPATITIS A DAN B, THYROID, ASCEMA, PENYAKIT HARI, KABUPATEN. AUTISM, NAUSEA Muntah ATAU DIARE, PENYAKIT GINJAL, EREKSI LEMAH. MATA TWITCHING MENSTRUATION PAINFUL ATAU IRREGULAR. Akhigbe adalah pria yang baik dan dia menyembuhkan semua tubuh yang datang kepadanya. di sini adalah email drrealakhigbe@gmail.com dan Nomornya +2349010754824
BalasHapus