Kamis, 07 November 2013

Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular










Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas.. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia.
 Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat.6,7 Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat.


Apakah Hipertensi ?

Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).

penyebab Hipertensi ?


1.  95% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut hipertensi primer, namun umumnya dipicu oleh obesitas, asupan garam yang tinggi, dan kolestrol yang tinggi
2.    5% disebabkan oleh Penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, ganguan anak ginjal, dll atau disebut hipertensi sekunder.


Bagaimana gejalanya ?

1.  Umumnya penyandang tidak merasakan sakit 
2. Sakit Kepala 
3. Pusing  
4. Telinga berdenging 
5. Jantung berdebar-debar 
6. Mimisan, dll
Bagaimana diagnosisnya ?

Diperlukan beberapa data pendukung mengenai tekanan darah sebelum penderita didiagnosa hipertensi. Secara umum, seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah > 140/90 mmHg yang diukur lebih dari 2 kali dalam kurun waktu berbeda serta pengukuran dilakukan dalam posisi duduk.



Perkembangan surveilans epidemiologi dimulai dari penyakit menular dan meluas ke penyakit tidak menular.  Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular  merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit. Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyakit yang diderita oleh seseorang bukan disebabkan infeksi mikroorganism tetapi juga bisa terjadi karena proses degenaratif. Sistem surveilans (penyakit tidak menular/PTM) terdiri dari jaringan kerja sama dengan lembaga penelitian, lembaga pendidikan, lembaga sosial masyarakat, serta organisasi profesi yang bergerak di bidang PTM. Tujuan surveilans PTM adalah memberikan informasi tentang kondisi penyakit tidak menular kepada para pengambil keputusan dalam perencanaan dan pertimbangan.

Tujuan Khusus Surveilans PTM 

       1. Mencari model menurunkan risiko PTM
       2. Menurunkan angka PTM
       3. Mendapatkan data dasar PTM
       4. Mengidentifikasi faktor risiko PTM
       5. Mengevaluasi system pengendalian PTM


Langkah – Langkah Surveilans Penyakit Tidak Menular 

Penerapan surveilans PTM (dilakukan secara berurutan)


    1. Identifikasi Penyakit Tidak Menular

Faktor risiko ialah karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistic berhubungan dengan peningkatan insidensi suatu penyakit. Jenis-jenis. faktor risiko terdiri dari:

1.     Faktor risiko tidak dapat diubah: faktor umur, genetik 

2.    Faktor risiko dapat diubah: kebiasaan merokok, latihan olahraga 


    2. Perencanaan pengumpulan data

a.    Menentukan tujuan survailens

b.    Tetapkan definisi

c.    Tentukan sumber

d.    Tentukan instrumen

e.    Bagaimana sumber data

f.    Bagaimna sistem

g.    Tentukan indikator

            

   3. Pengolahan dan penyajian data
Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS, lotus, exceldan lain-lain 

       

   4. Analisis dan interpretasi data
Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit. Setelah di analisis lalu di intepretasikan (di bandingkan dengan daerah lain)

  

   5. Diseminasi dan advokasi                    
Setelah data diaanalisis dan di interpretasi suatu penyakit tidak menular. Maka data  tersebut disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk membantu dalam penanggulangan penyakit tidak menular ini. Penyebarluasan informasi ini harus mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam program pencegahan penyakit. Cara penyebar luasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang digunakan untuk rekomendasi kepada pihak yang bertanggung  jawab.

         

   6.  Evaluasi
Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi manfaatnya . sistem dapat berguna apabila secara memuaskan memenuhi paling tidak salah satu dari pernyataan berikut : apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan yang mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus penyakit.



 

Implementasi

 

 Langkah –langkah surveilans epidemiologi hipertensi

  Penerapan surveilans PTM (dilakukan secara berurutan)

1.      Identifikasi Penyakit Hipertensi
Faktor risiko ialah karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistic berhubungan dengan peningkatan insidensi suatu penyakit. Factor risiko penyakit hipertensi antara lain :
a.    Faktor risiko tidak dapat diubah: faktor  umur, genetik, gender, dan ras. 
b. Faktor risiko dapat diubah: kebiasaan merokok, latihan olah raga, berat badan   berlebih, pola makan, stress, konsumsi alkohol, dan kondisi penyakit lain.

2.      Perencanaan pengumpulan data
a.  Menentukan tujuan survailens
Memberikan informasi tentang kondisi hipertensi kepada para pengambil keputusan dalam perencanaan dan pertimbangan
b.   Tetapkan definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
c.   Tentukan sumber data
Sumber data yaitu laporan puskemas dan laporan RS jumlah penderita hipertensi
d.   Tentukan instrumen
Instrumennya yaitu manual dan elektronik
e.    Bagaimana sistem
Sistemnya yaitu menunggu laporan rutin jumlah penderita hipertensi dan diambil rutin ke bawah
f.   Tentukan indikator
Indikator faktor risiko penyakit(RR dan OR), indikator program (input. Proses, output dan outcome), indikator morbidity, mortality, disability, indikator hasil pemeriksaan tekanan darah

3.      Pengolahan dan penyajian data 
Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS, lotus, excel dan lain-lain 

4.      Analisis dan interpretasi data
Data jumlah penderita hipertensi yang telah terkumpul di dianalisis dengan melihat korelasional selanjutnya dibandingkan dengan standar atau indikator yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah di analisis lalu di intepretasikan untuk mempermudah pembaca mengerti hasil penelitian.

5.      Diseminasi dan advokasi
Setelah data diaanalisis dan di interpretasi, Maka data jumlah penderita hipertensi tersebut disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk membantu dalam penanggulangan hipertensi ini. Penyebarluasan informasi ini harus mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam program pencegahan hipertensi. Cara penyebar luasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang digunakan untuk rekomendasi kepada pihak yang bertanggung  jawab seperti Bupati, Walikota dan DPRD.

6.      Evaluasi
Program surveilans hipertensi sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi manfaatnya. Apabila kegiatan surveilans yang dilakukan memberikan dampak yang positif berarti  kegiatan surveilans yang dilakukan berhasil.






 


KELEBIHAN:


1.     Menyajikan data berupa prevalensi penyakit hipertensi di setiap provinsi.
2.    Dilakukan analisis multivariat sehingga dapat diketahui proporsi responden.
3.  Menunjukkan Nilai Prediktif Positif misalnya pada tahun 2000 sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa di dunia menderita Hipertensi.
4.   Merencanakan program perencanaan dan penanggulangan penyakit hipertensi dengan baik, melalui strategi dan peranan masing-masing unit kerja.
5. Kegiatan epidemiologi dilakukan melalui pendekatan beberapa faktor yang mempengaruhi hipertensi, misalnya faktor keturunan, stres, usia, jenis kelamin dan lain-lain.
6.    Melakukan inovasi program sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat (local area specific)

 

KEKURANGAN:


1. Belum adanya pedoman yang berlaku secara nasional bagi penatalaksanaan Hipertensi, maka perlu disusun buku Pedoman Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.
2. Terlalu banyak faktor resiko yang dapat memicu hipertensi sehingga membutuhkan waktu yang lama dan sumber referensi yang akurat dalam menganalisa hubungan antar faktor dengan hipertensi.
3.  Berdasarkan pola konsumsi sayur-buah, nampak tidak ada perbedaan proporsi asupan sayur-buah yang berarti antara kelompok hipertensi dan kelompok kontrol, sehingga risiko hipertensi yang ditemukan tidak bermakna.
4.    Berdasarkan analisis lanjut masih banyak masyarakat penderita hipertensi yang belum terjangkau pelayanan kesehatan sehingga masih sedikit masyarakat yang minum obat hipertensi.
5.    Perlunya program peningkatan deteksi dini di masyarakat dan peningkatan sarana pengobatan hipertensi di Puskesmas.













 



Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007,  jumlah penderita hipertensi penduduk Indonesia yaitu 224.743 jiwa (34,9%) dari 643,400 jiwa.

  
Masalah hipertensi yang ditemukan adalah besarnya prevalensi di Indonesia dan di setiap provinsi. Pada tabel di atas dapat dilihat, prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran termasuk kasus yang sedang minum obat, secara nasional adalah 32,2%. Prevalensi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan (39,6%) sedangkan terendah di Papua Barat (20,1%). Prevalensi hipertensi nasional berdasarkan pengukuran saja adalah 28,3%; Provinsi dengan prevalensi tertinggi tetap Kalimantan Selatan (35,0%), yang terendah juga tetap Papua Barat (17,6%). Berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum obat, prevalensi secara nasional hanya 7,7%, tertinggi didapatkan di Sulawesi Utara (11,4%), dan terendah di Papua (4,2%). Cakupan tenaga kesehatan terhadap hipertensi adalah 24,2%, dan dua provinsi dengan cakupan tenaga kesehatan yang cukup tinggi adalah Sulawesi Utara (37,4%) dan Papua Barat (35,3%), sedangkan terendah ditemukan di Sulawesi Barat (13,9%). Perlu diketahui Provinsi Kalimantan Selatan yang mempunyai prevalensi hipertensi tertinggi ternyata cakupan tenaga kesehatan hanya 24,0%. Hal ini berarti bahwa masih ada 76,0% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis.




Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi kelompok usia 45-54 tahun dan lebih tua selalu lebih tinggi pada kelompok hipertensi dibandingkan kontrol. Kelompok usia 25-34 tahun mempunyai risiko hipertensi 1,56 kali dibandingkan usia 18-24 tahun. Risiko hipertensi meningkat bermakna sejalan dengan bertambahnya usia dan kelompok usia >75 tahun berisiko 11,53 kali. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi laki-laki pada kelompok hipertensi lebih tinggi dibanding kontrol dan laki-laki secara bermakna berisiko  hipertensi 1,25 kali daripada perempuan. Berdasarkan jenjang pendidikan, analisis multivariat mendapatkan responden yang tidak bersekolah secara bermakna berisiko 1,61 kali terkena hipertensi dibandingkan yang lulus perguruan tinggi, dan risiko tersebut menurun sesuai dengan peningkatan tingkat pendidikan. Sementara berdasarkan pekerjaan, proporsi responden yang tidak bekerja dan Petani/Nelayan/Buruh, ditemukan lebih tinggi pada kelompok hipertensi dibanding kontrol. Proporsi hipertensi terendah ditemukan pada responden yang bersekolah dan responden yang tidak bekerja mempunyai risiko 1,42 kali terkena hipertensi dibandingkan responden yang bersekolah. Berdasarkan tempat tinggal, proporsi responden yang tinggal di desa lebih tinggi pada kelompok hipertensi daripada kontrol. Namun hasil analisis multivariat menunjukkan tidak ada perbedaan risiko hipertensi yang bermakna. Sementara dilihat dari status ekonomi, tidak ada perbedaan proporsi yang berarti antara kelompok hipertensi dan kontrol.





Besarnya risiko faktor perilaku selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas. Berdasarkan perilaku merokok, proporsi responden yang dulu pernah merokok setiap hari pada kelompok hipertensi ditemukan lebih tinggi (4,9%) daripada kelompok kontrol (2,6%), dan risiko perilaku pernah merokok ini secara bermakna ditemukan sebesar 1,11 kali dibandingkan yang tidak pernah merokok. Berdasarkan perilaku konsumsi alkohol, proporsi mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir ditemukan lebih tinggi pada kelompok hipertensi (4,0%) daripada kontrol (1,8%). Risiko hipertensi bagi mereka yang mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir ditemukan bermakna, yaitu sebesar 1,12 kali. Berdasarkan pola konsumsi sayur-buah, nampak tidak ada perbedaan proporsi asupan sayur-buah yang berarti antara kelompok hipertensi dan kelompok kontrol, dan risiko hipertensi yang ditemukan tidak bermakna (Tabel 3). Risiko hipertensi juga ditemukan tidak berbeda bermakna menurut konsumsi makanan manis, makanan asin, maupun makanan yang berlemak. Pola konsumsi yang ditemukan meningkatkan risiko hipertensi secara bermakna adalah konsumsi minuman berkafein >1 kali/hari, yaitu 1,1 kali dibanding yang minum < 3 kali/bulan.






Berdasarkan status gizi, proporsi responden yang obese dan kegemukan lebih tinggi pada kelompok hipertensi daripada kontrol. Secara bermakna, besarnya risiko hipertensi pada kelompok obesitas meningkat 2,79 kali, gemuk 2,15 kali, dan normal 1,44 kali dibandingkan mereka yang kurus. Obesitas abdominal juga mempunyai risiko hipertensi secara bermakna (OR 1,40). Kelompok yang mengalami stres mempunyai proporsi lebih tinggi (11,7%) pada kelompok hipertensi dibandingkan pada kontrol (10,0%). Demikian halnya proporsi responden yang mempunyai riwayat penyakit jantung, dan riwayat penyakit diabetes melitus lebih tinggi pada kelompok hipertensi daripada kontrol, namun tidak ada peningkatan risiko yang bermakna.




Semakin bertambahnya usia, angka kejadian hipertensi semakin meningkat. Pada usia 20-34 tahun angka kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 11,1%, sedangkan wanita sebesar 6,8%. Pada usia 35-44 tahun angka kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 25,1 %, sedangkan wanita sebesar 19,0%. Pada usia 45-54 tahun angka kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 37,1%, sedangkan wanita sebesar 35,2%. Pada usia 55-64 tahun angka kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 54,0%, sedangkan wanita sebesar 53,3%. Pada usia 65-74 tahun angka kejadian hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 64,0%, sedangkan pria sebesar 69,3%. Pada usia di atas 75 tahun angka kejadian hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 66,7%, sedangkan pria sebesar 78,5%. 



Daftar Pustaka

Darmojo, B. "Mengamati Penelitian Epidemiologi Hipertensi di Indonesia."Disampaikan pada seminar hypertensi PERKI. 2000. 
Hidayati,Titiek. Risks factor, screening and surveillance chronic disease in Public health. online : http://id.scribd.com/doc/141363976/Skrining-FR-Surveilans-Penyakit-PTM diakses tanggal 5 november 2013
Murdyastuti, Saptorini;YunitaWulandari. 2010. PERBANDINGAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA KEJADIAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT PETANI DAN PEGAWAI KANTOR DI DESA TRAYU. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CEoQFjAD&url=http%3A%2F%2Fjurnal.stikeskusumahusada.ac.id%2Findex.php%2FJK%2Farticle%2Fdownload%2F59%2F62&ei=HFR6UoSVJu-SiQfS4YDgBA&usg=AFQjCNHJ450GJtWcyAfj8lLy1UMGsKYHlQ&sig2=_1HMplnjSUStVcWeK2TP0g&bvm=bv.55980276,d.aGc. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31
Nofrianti,Ade Ria,dkk.2012.Tugas Kelompok (Penilaian Surveilans Kesehatan Masyarakat):Universitas Andalas. 
Sarwanto, lestari kanti wilujeng, dan rukmini. 2007. Prevalensi penyakit hipertensi penduduk di indonesia dan faktor yang beresiko. http://www.gobookee.org/get_book.php?u=aHR0cDovL2Vqb3VybmFsLmxpdGJhbmcuZGVwa2VzLmdvLmlkL2luZGV4LnBocC9oc3IvYXJ0aWNsZS92aWV3LzE5MjUvMjY4NApQUkVWQUxFTlNJIFBFTllBS0lUIEhJUEVSVEVOU0kgUEVORFVEVUsgRElJTkRPTkVTSUEgREFOIC4uLg==. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31                                                                      http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-upiksetyan-6984-2-babi.pdf. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31
            http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34542/6/Abstract.pdf. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31












7 komentar:

  1. Nama: Desi Ratnasari
    Nim: 10111001003
    izin bertanya, pada evaluasi ada pernyataan "kegiatan surveilans yang dilakukan memberikan dampak yang positif berarti kegiatan surveilans yang dilakukan berhasil" yang saya tanyakan bagaimanakah status surveilans di Indonesia, apakah sudah positif? apakah data hasil surveilans hipertensi ini sudah digunakann secara maksimal di Indonesia? bisakah menurunkan angka kesakitan dan kematian dari PTM ini? thksn :)

    BalasHapus
  2. Nama : Meura Stifilla Yolanda
    Nim : 10111001013
    Saya ingin mengajukan pertanyaan pada kelompok PTM, seperti yang tertera pada perencanaan pengumpulan data yakni bagian bagaimana sistem, dijelaskan bahwa sistemnya menunggu laporan rutin jumlah penderita hipertensi dan diambil rutin kebawah. yang ingin saya tanyakan disini adalah Apakah untuk mendapatkan data tersebut hanya menunggu laporan rutin? serta siapa yang bertugas untuk mengambil data rutin kebawah dan bagaimana solusi untuk mengatasi jika ada masalah keterlambatan laporan data? Terima kasih :)

    BalasHapus
  3. NAMA : AYU NOVITRIE
    NIM : 10111001054
    saya ingin bertanya,mengingat ada banyaknya kasus dan aneka macam jenis penyakit tidak menular di Indonesia serta masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini penyakit tidak menular,bagaimana kah peran pemerintah dan petugas kesehatan untuk mendata dan menurunkan angka kejadian penyakit tidak menular yang belum ter survei dengan baik? serta apakah pertugas surveilans dibagi berdasarkan jenis penyakit tidak menular?

    BalasHapus
  4. saya Gita Yuni Andrila (10111001038) akan menanggapi pertanyaan dari teman - teman
    Jawaban dari pertanyaan Desi Ratnasari : menurut saya surveilans di indonesia belum seluruhnya positif atau bisa dikatan berhasil karena mengingat banyak faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan dan keakuratan dari data itu sendiri,dan
    apakah hipertensi ini bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian dari PTM,munurut saya jika petugas surveilans sudah melakukan langkah langkah surveilans dengan benar dan hasil surveilans tersebut ditanggapi dengan baik oleh pihak yang berkepentingan untuk membantu penanggulangan hipertensi tentu saja dapat berpengaruh dalam penurunan angka kesakitan dan kematian dari hipertensi itu sendiri

    BalasHapus
  5. saya Hamida Yanti (10111001061) ingin menanyakan kepada kelompok anda : anda menyebutkan bahwa salah satu kelebihan dari surveilans ini adalah adanya inovasi program yang sesuai dengan kemajuan teknologi dan daerah setempat. tolong anda jelaskan inovasi program seperti apa yang telah diterapkan di indonesia. terimaksih

    BalasHapus
  6. saya Neni Yunita (10111001030) akan mencoba menjawab pertanyaan hamida tentang program yang sesuai dengan kemajuan teknologi untuk surveilens PTM sendiri seperti penggunaan program SPSS yang mempermudah petugas untuk mengolah data dengan cepat namun untuk saat ini program khusus seperti yang terdapat pada penyakit menular belum ada tetapi seperti yang dikatakan oleh Staff dinkes OI bahwa Insya'
    Allah tahun 2014 surveilans PTM ini akan menjadi perhatian khusus dan akan terus dikembangkan karena meningkatnya kasus PTM setiap tahunnya,,,

    BalasHapus
  7. Saya Neni Yunita (10111001030) menanggapi pertanyaan dari saudara ayu novitrie, untuk saat ini petugas kesehatan mendata kejadian penyakit PTM ini didapat dari pusat-pusat pelayanan kesehatan, dan untuk melakukan pencegahan pada PTM ini bsa dengan dilakukannya penyuluhan ataupun pengetahuan tentang bahaya PTM dan cara pencegahaanya. seperti halnya penyakit menular PTM pun juga memiliki petugas untuk masing2 penyakit.

    BalasHapus